Guru Memeng Bukan Orang Hebat, Tetapi Semua Orang Hebat Adalah Berkat Jasa Guru
Oleh, Drs.M.Siringorno,M.Pd : Ketua bidang Pendidikan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Akrindo & Kabiro Suara Republik News Jakarta Timur
Ditahun 1980 an, Semboyan “Guru pahlawan tanpa tanda jasa“ sering kita dengar. Kenapa disebut tanpa tanda jasa?
Penulis mengangkat tulisan ini bukan karena penulis mantan guru sejak tahun 1980 hingga pensiun di tahun 2010 ( 30 tahun menjadi guru-red), tetapi untuk mengenang masa-masa aktif mengajar dan beradaptasi serta bersosialisasi dengan kalangan guru di masa itu.
Sebutan “guru” sudah sangat akrab disetiap telinga orang siapapn dia. Istilah ”Guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa”tidaklah menjadi hal asing ditelinga kita. Mengingat bagaimana para guru berjuang membebaskan rakyat Indonesia dari kebodohan ditengah segala keterbatasan,media,fasilitas dan penjajahan .
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pahlawan adalah “Orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbananannya dalam membela kebenaran” .Secara sederhana , Pahlawan tanpa jasa adalah Orang yang berani membela dan rela berkorban dalam membela kebenaran tanpa mengharapkan keuntungan pribadi. Ada 4 fakta mengapa Guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa: (1) . Guru adalah pribadi yang sangat berjasa dalam menuntun seseorang sejak masa kecil sampai usia sekolah agar terbebas dari kebodohan.(2) . Guru bukan sekedar mengajar melainkan berusaha memanusiakan seseorang agar benar-benar menjadi manusia yang cerdas berahlak dan sukses.(3) Guru sering dijadikan objek kemarahan oleh siswa dan bahkan orangtua siswa. Sebagai guru ,kebanyakan tetap sabar dan bahkan masih tetap
bertahan untuk terus menjadi seorang pendidik yang baik.(4) Guru adalah pribadi yang bekerja tanpa mengenal waktu walau guru sudah menyelesaikan jam mengajar disekolah, Namun Ketika pulang kerumah , seorang guru masih terus bekerja untuk menyediakan materi yang akan diajarkan esok hari, memeriksa hasil tugas atau ulangan dan ujian siswa
Lalu apa yang perlu diperingati dalam peringatan hari Guru Nasional setiap tanggal 25 November itu ? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para guru di Indonesia pada Hari Guru Nasional.Menurut Nadiem, seluruh pengorbanan guru dalam mencerdaskan bangsa patut mendapatkan apresiasi yang sebesar-besarnya. Terima kasih saya yang tak terhingga bagi bapak dan ibu guru yang telah mengorbankan waktu,tenaga, bahkan bagian dari hidupnya sendiri demi murid-murid tercinta,
ujar Nadiem dalam pidato Peringatan Hari Guru Nasional yang disiarkan TVRI, Rabu
(25/11/2020). Karen itu tidak berlebihan jika disebut “ Guru memang bukan orang hebat, Tetapi hampir semua orang hebat berkat jasa seorang Guru”
Menurut Nadiem, para guru adalah sosok yang mampu membentuk para penerus bangsa. Dirinya berharap pada guru untuk selalu bersatu dalam memberikan pengajaran kepada anak-anak Indonesia. Sekali lagi terima kasih telah menjadi pelukis masa depan dan peradaban Indonesia. Teruslah bangkitkan semangat dan bersatu untuk anak-anak Indonesia,ucap Nadiem.
Penetapah Hari Guru Nasional (HGN) berkaitan dengan Riwayat berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang berdiri 25 November 1945.Sehingga Hari Guru Nasional berbarengan dengan Hari PGRI. Secara singkat PGRI, Pada tahun 1912 Guru-guru Pribumi pada zaman Belanda mendirikan Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) sebagai ajang perjuangan.Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para guru bantu,guru desa, kepala sekolah dan penilik sekolah. Dengan latar belakang Pendidikan yang berbeda- beda mereka umumnya bertugas disekolah desa dan sekolah rakyat. Tujuan utama Organisasi ini , memperjuangkan nasib para anggotanya yang memiliki pangkat,status sosial dan latar belakang pendidikan yang berbeda. Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru HIndia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia. karena kata Indonesia.penetapan HGN sendiri berkaitan dengan Riwayat berdirinya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 25 November 1945. “Selamat ulang tahun bapak/ibu Guru”